Postingan ini untuk Ibu gajah & bayinya yang meninggal secara tragis karena memakan nanas yang diisi petasan oleh oknum jahat. Petasan itu meledak hingga melukai mulut gajah, padahal gajah ini sedang mengandung.


 Legu Blog: Filosofi Dewa Ganesha

Postingan ini untuk Ibu gajah & bayinya yang meninggal secara tragis karena memakan nanas yang diisi petasan oleh oknum jahat. Petasan itu meledak hingga melukai mulut gajah, padahal gajah ini sedang mengandung.

Akhirnya gajah ini lari ke sungai untuk meredakan sakit di belalai & mulutnya, namun berakhir meninggal berdiri karena luka yang parah. Bahkan di kondisi kesakitan, gajah ini tidak merusak apapun & tidak melukai siapapun.

Semoga ibu & bayi gajah menerima rahmat Tuhan dan dibebaskan dari siklus hidup-mati berulangkali sama seperti kisah termahsur di dalam Purāṇa, kisah Gajendra.

Kisah Gajendra sepintas mirip dengan kejadian ibu gajah ini. Suatu hari Gajendra menikmati mandi bersama gajah-gajah lainnya & menimbulkan gangguan bagi raja buaya. Demikianlah terjadi pertarungan hebat antara gajah & buaya ini, belum ada yang terkalahkan di antara keduanya, namun karena pertarungan terjadi di dalam air, kekuatan gajah semakin melemah.

Kemudian Gajendra mencari perlindungan kepada kaki-padma Tuhan Nārāyaṇa setelah merasa tak berdaya melihat bahwa tidak ada satupun insan yang mampu melindungi dirinya.

Raja kaum gajah, Gajendra, berkata: "Hamba yang rendah ini menghaturkan sembah sujud kepada Pribadi Tertinggi, Vāsudeva [oṁ namo bhagavate vāsudevāya]. Dialah penghadir sang jiwa di alam badan material ini agar badan material ini teraktivasi, karena itu Dialah akar penyebab keberadaan semua insan. Selain itu, Dia kemudian masuk ke dalam hati setiap makhluk hidup sehingga Dia patut dipuja oleh pribadi-pribadi agung. Perkenankan hamba memusatkan pikiran kepada-Nya." (Śrīmad-Bhāgavata Purāṇa 8.3.2)

Setelah Gajendra menghaturkan doa-doa pujian, Tuhan dengan menaiki Garuḍa didampingi abdi dalem-Nya, serta Śiva, Brahmā, Indra, para dewatā lainnya — mendatangi Gajendra.

Ketika melihat Nārāyaṇa datang dari langit, Gajendra langsung mengambil sekuntum bunga padma dengan menggunakan belalainya. Sang Puruṣottama memenggal kepada buaya dengan cakra-Nya kemudian menganugerahi Gajendra mencapai pembebasan sārūpya-mukti (mendapatkan ciri badan yang sama dengan ciri badan Tuhan, menggunakan busana kuning & bertangan 4).


Usut punya usut buaya itu adalah seorang raja bernama raja Hūhū (golongan bangsa Gandharva) pada kelahiran sebelumnya, ia terlahir menjadi buaya akibat kutukan oleh Devala Muni. Kini setelah kepala buaya dipenggal oleh Viṣṇu, wujudnya berubah menjadi sangat tampan sebagai seorang Gandharwa kembali. Jadi atas kehendak takdir, kutukan ini secara langsung dibebaskan oleh Tuhan Sendiri.

Sedangkan Gajendra pada kelahiran sebelumnya adalah seorang raja bernama Mahārāja Indradyumna, dia adalah seorang raja di negeri bernama Pāṇḍya dan merupakan seorang penyembah Tuhan yang setia. Suatu ketika Agastya Muni datang disaat Mahārāja sedang khusyuk dalam meditasi memuja Nārāyaṇa, karena sang raja tidak memiliki etika menghormati kaum brāhmaṇa, sang muni menjadi sangat marah.

Agastya Muni melontarkan kutukan kepada sang raja untuk memasuki wilayah kegelapan dan terberi badan seekor gajah. Sang raja menyambut kutukan sang muni sebab itu merupakan keinginan Tuhan Sendiri. Walaupun dalam kehidupan berikutnya ia terberi badan gajah, bhakti yang pernah dia lakukan membuat ia ingat cara untuk memuja dan memanjatkan doa-doa kepada Tuhan.

yathānukīrtayanty etac
chreyas-kāmā dvijātayaḥ
śucayaḥ prātar utthāya
duḥsvapnādy-upaśāntaye

"Barang siapa yang menginginkan kesejahteraan bagi dirinya sendiri, hendaknya ia mengucapkan uraian ini (kisah dan doa-doa Gajendra) sebagaimana adanya, tanpa penyimpangan, untuk menangkal masalah-masalah mimpi buruk." (Śrīmad-Bhāgavata Purāṇa 8.4.14).

Comments

Popular posts from this blog

Hubungan SUPERSEMAR dan G30S PKI

Kematian aktivis penegak HAM indonesia ( Munir Said Thalib )

Kesedihan Bung Karno atas kepergian Ahmad Yani saat peristiwa G30S PKI